ellnews.id – Kasus kekerasan anak di Kabupaten Boltim, yang melibatkan seorang pria bernama AD alias Ali Kenter, kembali menjadi perhatian publik. Awalnya, kasus ini viral karena melibatkan seorang anak berusia 13 tahun, RPM. Namun, fakta baru yang terkuak justru lebih menggemparkan: ada korban lain, yakni kakaknya sendiri, DM (15).
Fakta Baru Kekerasan Anak di Boltim
Saat Komnas Perlindungan Anak memberikan pendampingan kepada korban dan keluarganya, terungkap bahwa selain RPM (13), kakaknya, DM (15), juga menjadi korban kekerasan. Informasi ini diperoleh dari hasil pendampingan yang dilakukan bersama ayah korban, Dat Mokoagow.
Menurut sumber, setelah melakukan kekerasan terhadap RPM, Ali meminta Dat Mokoagow untuk memanggil DM. Ali mencurigai DM juga terlibat dalam hilangnya sejumlah uang miliknya.
Kekerasan yang Dialami Kedua Korban
Harry Yahya, Penasehat Hukum dari UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Kotamobagu, membenarkan informasi ini. Ia menyebut bahwa selain RPM, DM juga menjadi korban kekerasan fisik dari pelaku.
DM, yang merupakan seorang santri di salah satu pondok pesantren, sempat berusaha membela diri. Namun, upayanya tidak berhasil, sehingga ia mengalami luka serius di hampir seluruh tubuhnya.
Luka-luka yang Dialami DM:
- Luka di bibir
- Luka di belakang telinga akibat benda tajam
- Memar di punggung
- Wajah yang bengkak
Kondisi ini menunjukkan bahwa DM mengalami kekerasan yang sangat berat dan membutuhkan pendampingan lebih lanjut untuk proses pemulihannya.
Tuntutan Hukum untuk Pelaku
Kasus ini tidak hanya menimbulkan luka fisik, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi kedua korban. Oleh karena itu, Harry menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Kami berharap pelaku dapat dikenakan Pasal 80 Ayat 2 Undang-Undang Perlindungan Anak, sehingga ia menerima hukuman yang setimpal,” tegas Harry. Pihaknya juga mendesak aparat kepolisian untuk bekerja lebih cepat dan tegas dalam menangani kasus ini.
Pentingnya Perlindungan Anak
Kasus ini menjadi pengingat penting bagi masyarakat dan aparat hukum bahwa kekerasan terhadap anak tidak boleh dianggap sepele. Anak-anak adalah aset masa depan yang harus dilindungi dari segala bentuk ancaman, termasuk kekerasan fisik dan mental.
Perlindungan anak bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga perlindungan, tetapi juga masyarakat luas. Dengan kesadaran bersama, kasus-kasus seperti ini diharapkan dapat dicegah dan tidak terulang di kemudian hari.
Pelajaran dari Kasus Boltim
Fakta baru yang terungkap dari kasus kekerasan ini memberikan pelajaran berharga: pentingnya melaporkan kekerasan dan memberikan pendampingan kepada korban. Dalam kasus ini, pendampingan yang dilakukan oleh Komnas Perlindungan Anak berhasil mengungkap keberadaan korban kedua.
Tidak hanya itu, kasus ini juga menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk lebih tegas dalam menindak pelaku kekerasan, terutama terhadap anak.
Kasus kekerasan anak di Boltim ini benar-benar membuka mata banyak pihak tentang betapa rentannya anak-anak terhadap tindak kekerasan. Fakta bahwa dua anak dari satu keluarga menjadi korban menunjukkan perlunya tindakan preventif yang lebih baik di masyarakat.
Mari bersama-sama mencegah kekerasan terhadap anak dan memberikan perlindungan maksimal bagi generasi penerus bangsa!