ellnews.id – Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) kembali diguncang dengan meningkatnya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Dalam kurun waktu Januari hingga Mei tahun ini, tercatat 43 laporan kasus kesusilaan yang melibatkan anak sebagai korban. Angka ini memicu keprihatinan yang mendalam dari berbagai kalangan, terutama dari Komisi Nasional Perlindungan Anak Kabupaten Bolsel.
Ketua Komnas Anak Bolsel, Taufik Nasiki, menyampaikan bahwa lonjakan ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari krisis perlindungan anak yang sedang terjadi di daerah tersebut.
“Di balik setiap kasus terdapat luka psikologis mendalam yang dialami anak-anak. Ini bukan statistik biasa, ini adalah panggilan darurat bagi kita semua untuk bertindak,” ujar Taufik dengan nada serius.
Kasus Kekerasan Seksual Didominasi Anak Perempuan di Bawah Usia 16 Tahun
Dari total 43 kasus yang tercatat, sebagian besar korbannya adalah anak perempuan yang masih berusia di bawah 16 tahun. Fakta tragis lainnya, sebagian besar pelaku berasal dari lingkungan terdekat korban—seperti anggota keluarga, tetangga, bahkan oknum pendidik.
Kondisi ini mencerminkan bahwa anak-anak tidak hanya terancam di ruang publik, tapi juga di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat teraman bagi mereka.
“Ketika pelindung justru menjadi predator, maka sudah saatnya kita mempertanyakan sistem perlindungan anak yang ada. Ini bukan hanya tanggung jawab satu instansi, tapi seluruh lapisan masyarakat,” tegas Taufik.
Tuntutan Konkret kepada Pemerintah Daerah Bolsel
Komnas Anak Bolsel menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Bolsel tidak lagi menutup mata terhadap realita ini. Mereka mendesak adanya kebijakan konkret dan alokasi anggaran khusus untuk perlindungan anak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Selain itu, Taufik juga menekankan pentingnya memperkuat peran dan keberadaan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) hingga ke tingkat kecamatan, agar penanganan kasus bisa lebih cepat, efisien, dan menyeluruh.
“Anak-anak adalah aset masa depan Bolsel. Kita tidak bisa membiarkan mereka tumbuh dalam ketakutan dan trauma berkepanjangan. Ini saatnya bukan hanya mengutuk kegelapan, tapi mulai menyalakan cahaya perlindungan bersama,” pungkasnya.
Peran Keluarga dan Masyarakat dalam Mencegah Kekerasan Seksual
Selain tanggung jawab pemerintah, peran keluarga dan masyarakat juga sangat penting dalam mencegah kekerasan seksual terhadap anak. Pendidikan seksualitas sejak dini, pengawasan yang ketat terhadap aktivitas anak, serta keberanian untuk melaporkan kasus adalah langkah awal yang harus dilakukan.
Orangtua harus menjadi pendengar yang terbuka bagi anak-anak mereka. Banyak kasus tidak terungkap karena korban takut, malu, atau tidak percaya akan mendapat perlindungan. Masyarakat pun harus menciptakan lingkungan yang aman dan responsif terhadap laporan kekerasan.
Pentingnya Edukasi dan Literasi Perlindungan Anak
Untuk membentuk masyarakat yang peduli terhadap isu kekerasan anak, edukasi dan literasi tentang hak-hak anak sangat penting. Pemerintah daerah dan lembaga sosial harus menyelenggarakan program-program penyuluhan di sekolah, desa, dan komunitas-komunitas lokal.
Dengan meningkatkan kesadaran, masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tapi juga pelindung bagi generasi muda.
Kesimpulan: Bergerak Bersama Lindungi Masa Depan Anak Bolsel
Kekerasan seksual terhadap anak bukanlah persoalan kecil. Setiap kasus menyimpan luka yang bisa menghancurkan masa depan anak-anak kita. Dengan 43 kasus tercatat dalam lima bulan, ini adalah panggilan darurat bagi seluruh elemen masyarakat di Bolsel untuk bersatu, bertindak, dan memberikan perlindungan nyata.
Mari kita bangun sistem perlindungan anak yang tangguh, dimulai dari rumah, sekolah, hingga kebijakan pemerintah. Anak-anak Bolsel berhak tumbuh dalam lingkungan yang aman, penuh cinta, dan bebas dari ketakutan.
Jika Anda mengetahui atau mencurigai adanya kasus kekerasan terhadap anak, segera laporkan ke pihak berwenang atau lembaga perlindungan anak terdekat. Jangan biarkan suara mereka tenggelam dalam diam. (*)