Ads 970 x 250
Liputan KhususBolsel

Koperasi Merah Putih: Jalan Tengah Menuju Kesejahteraan atau Ancaman Baru Keuangan Desa?

548
×

Koperasi Merah Putih: Jalan Tengah Menuju Kesejahteraan atau Ancaman Baru Keuangan Desa?

Sebarkan artikel ini
download 1

ellnews.id – Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan — Koperasi Merah Putih, program yang awalnya digagas sebagai inovasi untuk memperkuat struktur ekonomi desa, kini menuai respons beragam. Di satu sisi, koperasi ini diyakini mampu mendorong kemandirian finansial desa, tetapi di sisi lain muncul kekhawatiran terhadap potensi dampaknya terhadap stabilitas keuangan nasional.

Program Koperasi Merah Putih: Solusi Atasi Inflasi dan Ketahanan Desa

Koperasi Merah Putih

Dalam situasi ekonomi yang tak menentu, Koperasi Merah Putih hadir sebagai alternatif solusi untuk menekan laju inflasi di tingkat desa. Dengan pola pembiayaan melalui lembaga perbankan milik negara seperti BRI, BNI, Mandiri, dan BTN, koperasi ini didesain agar masyarakat desa memiliki akses terhadap sumber permodalan secara langsung dan terstruktur.

Banyak pihak menilai kehadiran koperasi ini sebagai langkah strategis memperkuat ketahanan ekonomi desa melalui jalur formal, serta sebagai stimulus agar masyarakat tidak sepenuhnya bergantung pada program bantuan pemerintah.

Namun, seiring pelaksanaannya, muncul pula suara-suara kritis terhadap mekanisme dan struktur koperasi ini.

Kekhawatiran Publik: Beban Baru untuk APBDes dan Risiko Kredit Macet

Salah satu pengamat kebijakan desa yang tidak ingin disebutkan namanya menyampaikan kekhawatiran serius atas model pendanaan koperasi yang berbasis utang. Menurutnya, meski niat awalnya baik, tetapi potensi gagal bayar bisa menciptakan krisis baru, terutama jika dana desa digunakan sebagai jaminan kredit.

“Jika koperasi gagal membayar pinjamannya, bukan tak mungkin APBDes harus menanggung beban tersebut. Ini jelas berisiko besar bagi pembangunan desa,” ujarnya.

Ia menggambarkan skenario terburuk apabila ratusan bahkan ribuan koperasi secara bersamaan mengalami kredit macet. Akibatnya, gaji perangkat desa bisa tertunda, proyek infrastruktur desa terhenti, dan masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap program-program pembangunan.

Baca juga  Sekjen PDI-P Hasto Serukan Gerakan Total! Strategi Door-to-Door Demi Kemenangan Besar NK-STA di Pilkada Kotamobagu 2024

Tiga Pilar Penguatan Koperasi: SDM, Kelembagaan, dan Sistem

Koperasi Merah Putih

Agar koperasi benar-benar dapat menjadi instrumen pembangunan yang efektif, pengamat tersebut menekankan pentingnya memperkuat tiga pilar utama, yakni:

  1. Sumber Daya Manusia (SDM) – Pengelola koperasi harus memiliki kapasitas manajerial dan literasi keuangan yang memadai.

  2. Kelembagaan yang Profesional – Struktur organisasi koperasi harus jelas, transparan, dan akuntabel.

  3. Sistem yang Terintegrasi – Pengawasan dan sistem informasi keuangan harus bisa dipantau oleh pemerintah maupun masyarakat secara real-time.

Tanpa ketiga elemen ini, koperasi dikhawatirkan akan menjadi ladang baru penyalahgunaan dana dan praktik korupsi terselubung.

Solusi Konkret: Fokus pada Kebutuhan Dasar Desa

Meski tantangan cukup besar, solusi untuk menjadikan koperasi sebagai motor ekonomi desa tetap terbuka. Kuncinya, koperasi harus diarahkan pada sektor usaha yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat desa dan tidak bersaing langsung dengan pelaku usaha mikro lokal.

Beberapa contoh sektor potensial antara lain:

  • Gudang Komoditas Desa: Menyimpan hasil panen warga dan menjaga stabilitas harga.

  • Toko Logistik dan Sembako: Menyediakan kebutuhan pokok dengan harga terjangkau.

  • Klinik Pertanian dan Perikanan: Memberi pendampingan teknis kepada petani dan nelayan.

Pendekatan ini dinilai jauh lebih aman dan berdampak langsung, dibandingkan memaksakan koperasi untuk mengelola bisnis yang kompleks dan berisiko tinggi.

Peringatan Keras: Jangan Jadikan Koperasi sebagai Celah Korupsi Baru

Tak bisa dimungkiri, label “koperasi” sering kali digunakan untuk membungkus praktik yang tak transparan. Bila pengawasan lemah, koperasi bisa berubah menjadi kendaraan politik atau proyek pribadi segelintir elite desa.

“Koperasi yang tak diawasi bisa menjadi alat korupsi yang baru. Ini bukan hanya soal kerugian desa, tapi juga ancaman bagi keuangan nasional secara keseluruhan,” tegas pengamat itu.

Ia menegaskan pentingnya transparansi dalam seluruh proses pengelolaan koperasi, mulai dari pengajuan dana, penggunaan anggaran, hingga pelaporan kegiatan operasional.

Baca juga  Maman Bantah Telah Menganiaya Pacarnya

Penutup: Koperasi sebagai Kunci atau Krisis Masa Depan?

Koperasi Merah Putih memiliki potensi besar sebagai katalisator ekonomi desa jika dijalankan dengan benar. Namun, tanpa penguatan SDM, sistem pengawasan, dan arah usaha yang jelas, koperasi justru dapat menjadi beban baru bagi keuangan desa dan negara.

Kini, semua pihak dituntut untuk bersikap bijak dan kritis. Jangan sampai solusi yang diharapkan menjadi jawaban atas masalah ekonomi desa justru menjadi sumber masalah baru yang lebih besar. (Upik)