Ellnews.id – Parlemen Eropa secara resmi menyetujui pemberian pinjaman sebesar 35 miliar euro kepada Ukraina sebagai bagian dari paket bantuan G7 senilai total 45 miliar euro.
Baca Juga: Korea Utara Kirim 1.500 Pasukan ke Rusia: Strategi Baru dan Dampak di Ukraina
Dana ini akan dibayarkan kembali menggunakan keuntungan dari aset Rusia yang telah dibekukan oleh negara-negara Barat sebagai bentuk sanksi atas invasi Rusia ke Ukraina.
Keputusan ini didukung oleh 518 anggota Parlemen Eropa, sementara 56 lainnya menolak.
Perdebatan panjang terjadi sebelum pemungutan suara dilakukan.
Langkah ini menjadi sinyal tegas dari Uni Eropa terhadap Rusia, yang dianggap sebagai agresor dalam konflik ini. “Kami mengirimkan pesan kuat bahwa keuntungan dari aset Rusia yang dibekukan akan digunakan untuk mendukung Ukraina, dan Rusia harus menanggung konsekuensi atas tindakannya,” ujar Roberta Metsola, Presiden Parlemen Eropa, setelah pemungutan suara tersebut.
Dana Besar dari Barat Mengalir untuk Ukraina
Negara-negara Barat mulai menggulirkan dana dalam jumlah besar untuk membantu Ukraina. Selain Uni Eropa, Amerika Serikat dan Inggris juga memberikan bantuan finansial dan militer untuk memperkuat posisi Ukraina dalam konflik dengan Rusia.
Amerika Serikat mengumumkan pengiriman bantuan senilai 400 juta dolar AS, atau setara Rp6,1 triliun, yang difokuskan pada pengadaan senjata dan peralatan militer. Di sisi lain, Inggris turut memberikan bantuan yang signifikan.
Pemerintah Inggris mengumumkan alokasi dana sebesar 2,26 miliar poundsterling, atau sekitar Rp45,59 triliun, untuk Ukraina.
Aset Rusia yang Disita Jadi Sumber Pembiayaan
Menurut pernyataan resmi di situs web pemerintah Inggris yang dikutip dari Ukrinform, dana tersebut akan digunakan untuk membeli peralatan militer esensial guna memperkuat pertahanan Ukraina. “Pendanaan ini akan memungkinkan Ukraina mempertahankan diri dengan lebih baik dari invasi ilegal Rusia,” demikian pernyataan tersebut.
Kontribusi Inggris ini juga merupakan bagian dari skema Pinjaman Akselerasi Pendapatan Luar Biasa (ERA) dari G7. Total 50 miliar dolar AS akan digelontorkan oleh negara-negara G7 untuk mendukung anggaran, kebutuhan militer, dan program rekonstruksi Ukraina.
Pinjaman 2,26 miliar poundsterling dari Inggris ini dirancang untuk memperkuat anggaran militer Ukraina, memungkinkan negara tersebut berinvestasi dalam peralatan kunci seperti sistem pertahanan udara, artileri, dan perlengkapan pendukung lainnya.
Selain itu, Inggris juga telah berkomitmen memberikan bantuan militer sebesar 3 miliar poundsterling setiap tahun, sebuah janji yang ditegaskan kembali oleh Perdana Menteri Inggris dalam minggu pertamanya menjabat.
AS Perkuat Dukungan dengan Paket Bantuan Baru
Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Lloyd Austin, juga mengumumkan alokasi dana sebesar 400 juta dolar AS untuk Ukraina.
Dalam kunjungannya ke Kiev, Austin bertemu dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, untuk membahas kelanjutan bantuan tersebut. Austin menegaskan bahwa AS akan terus memperkuat dukungannya kepada Ukraina untuk melawan Rusia.
Bantuan finansial ini akan digunakan untuk membeli senjata dan peralatan militer guna memperkuat kemampuan tempur Ukraina dalam menghadapi invasi. “Paket bantuan ini akan memberikan perlengkapan penting yang dibutuhkan Ukraina di medan tempur, dan pembayarannya akan diambil dari keuntungan aset-aset Rusia yang telah dibekukan,” jelas Austin.
Barat Bersatu dalam Dukungan bagi Ukraina
Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Inggris menunjukkan komitmen besar mereka dalam mendukung Ukraina, baik melalui bantuan finansial maupun militer.
Dengan memanfaatkan aset Rusia yang dibekukan, negara-negara Barat tidak hanya memperkuat pertahanan Ukraina, tetapi juga mengirim pesan kuat kepada Rusia terkait konsekuensi dari tindakannya.
Pinjaman dan bantuan ini diharapkan tidak hanya membantu Ukraina mempertahankan diri, tetapi juga mendukung upaya pemulihan ekonomi dan rekonstruksi setelah perang.
Keberlanjutan dukungan ini akan sangat krusial bagi masa depan Ukraina, baik dalam aspek militer maupun ekonomi.
Namun, apakah Rusia hanya berdiam diri ketika musuhnya diberi bantuan oleh Uni Eropa, Amerika dan Inggris ini? Sementara, agresi militer yang dilakukan oleh Vladimir Putin, sesungguhnya untuk mengusir dominasi Dunia barat di Ukraina yang merupakan negara persemakmuran dari Rusia itu sendiri.
Seperti diketahui, Pada 24 Februari 2022, Rusia menyerbu Ukraina, yang menandai eskalasi besar perang Rusia-Ukraina yang dimulai pada 2014. Invasi ini memaksa sepertiga penduduk Ukraina untuk berpindah dan menyebabkan 7 juta orang Ukraina meninggalkan negaranya, yang memicu krisis pengungsi Eropa yang paling cepat tumbuh sejak Perang Dunia II.
Pada 2014, Rusia menyerbu dan menganeksasi Krimea, dan separatis yang didukung oleh Rusia menyita sebagian wilayah Donbas di Ukraina tenggara, yang terdiri atas oblast Luhansk dan Donetsk, yang memicu perang regional.
Pada 2021, Rusia memulai penumpukan militer skala besar pada batas Rusia-Ukraina, berjumlah 190.000 pasukan dan perlengkapannya.